Womantalk: Ketika Perempuan Angkat Suara

 


“Barangkali, terlahir menjadi perempuan adalah salah satu hal yang jika bisa dipilih, tidak akan saya lakukan. Jika saja reinkarnasi benar-benar ada pun, saya tidak ingin terlahir kembali menjadi perempuan.”

Kalimat ini saya pilih untuk membuka paragraf kata pengantar buku karya teman-teman penulis perempuan, ‘Womantalk: Ketika Perempuan Angkat Suara’ setelah membaca keseluruhan karya di buku ini. Tentu, tepuk tangan yang luar biasa saya haturkan untuk mengiringi lahirnya karya ini.

Ketika membaca satu persatu karya di dalam buku ini, saya merasa seperti perlahan-lahan membuka satu-persatu tabir kemalangan perempuan. Dari mulai pemaksaan pernikahan karena stereotip perawan tua, pola pengasuhan yang buruk antara ibu dan anak, stereotip cantik, hingga perselingkuhan. Segala tulisan yang terekam di dalam buku ini patut untuk ditelaah lebih jauh karena merupakan pengalaman yang otentik, yang keluar dari buah pikir perempuan sendiri. Tidak mudah bagi perempuan, Kumpulan Essai Perempuan  dengan segala sejarah pembungkaman, untuk mengabadikan pengalaman-pengalamannya.

Seperti yang kita tahu, perempuan dan sejarahnya, menjadi sebuah hal yang tidak bisa dipisahkan. Sejak berpuluh-puluh tahun lalu hingga saat ini, kekerasan terhadap perempuan masih kerap mewarnai kehidupan kita. Kekerasan terhadap perempuan, yang kerapkali hanya diartikan sebagai kekerasan fisik, sejatinya merupakan kombinasi dari faktor-faktor sejarah, sosial politik dan ekonomi, yang mana, kadangkala tidak disadari bahkan oleh perempuan itu sendiri. Masyarakat patriarkal kita, telah mendominasi akar pikiran perempuan hingga tanpa sadar menormalisasi tindakan-tindakan represif tersebut.

Kesadaran, dan akses pengetahuan, bagi Sebagian besar perempuan, merupakan kemewahan tersendiri. Teman-teman penulis di dalam buku ini, Sebagian besar telah memilikinya. Maka, menyebarluaskan pengetahuan adalah sebuah agenda panjang yang harus terjadi setelah buku ini terbit.

Mencatat pengalaman-pengalaman perempuan membantu kita menyadari bahwa WOMANTALK perjuangan kita masih panjang untuk mendobrak akar pikiran patriarkis yang telah mendarah daging (atau bahkan hidup berdampingan dengannya tanpa merasa ‘paling’). Bukan tidak mungkin. Meski sulit. Belakangan, dalam agama Islam pun telah diakui pula tafsir kitab oleh ulama perempuan. Muncul pula konsep mubaadalah. Perdebatan atas tafsir-tafsir patriarkis pun mulai bermunculan.

Menulis adalah sebuah perlawanan. Maka dari itu, saya berharap teman-teman yang tergabung dalam antologi ini, terus melakukannya. Sebab, perempuan yang patuh tak akan dicatat oleh sejarah.

Raisa Izzhaty (Aktivis Resister Indonesia)

 

 

WOMANTALK “Ketika Perempuan Angkat Suara”

Cakanca.id dkk, 2021

Penyunting: Ulfa Maula

Penata Isi: Gaharu

Pemeriksa Aksara: Gaharu

Ilustrasi dan Sampul: Riza Auliassilmi

Editor Sampul: Alifa Faradis

Cetakan pertama, Januari 2022

Xii + 114 halaman 13 x 19 cm

ISBN 978-623-6123-12-6

Diterbitkan oleh

Bashish Publishing

Kampung Aeng Sonok, RT 02 RW 02, Desa Panji Kidul, Kecamatan Panji, Situbondo 68323 Telp. 08385204-5701 Email: bashishpublish@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama